Pemakaman menjadi upacara yang tidak bisa dilepaskan disetiap masyarakat, masyarakat dalam ekonomi atas sampai bawah pasti melakukan upacara pemakaman untuk keluarga atau kerabatnya. Upacara pemakaman yang dilakukan disetiap daerah berbeda-beda tergantung dari tata cara dan tradisi masyarakat setempat.
Pemakaman dilakukan ketika keluarga atau kerabat meninggal dunia, dengan melakukan pemakaman yang baik menggugurkan salah satu kewajiban terhadap si jenazah tersebut. Tetapi kini masyarakat takut dengan biaya pemakaman yang dikategorikan mahal.
Mengapa biaya pemakaman itu mahal dan sering disamakan dengan biaya pernikahan?
Jika kita lihat, pemakaman cukup dilakukan sehari saja tanpa menyiapkan dihari-hari sebelumnya. Alasan kuat biaya pemakaman itu mahal bisa dirasakan jika yang meninggal adalah masyarakat kota besar, seperti di Jakarta, Semarang, Surabaya dan kota besar lainnya. Disana masyarakat yang kerabatnya meninggalkan diharuskan membeli tanah terlebih dahulu untuk tempat pemakaman.
Perbedaan Pemakaman Masyarakat Kota Dan Masyarakat Desa
Berbeda jika pemakaman dilakukan di desa, masyarakat desa tidak menganggap biaya pemakaman itu mahal karena di desa tanah pemakaman diberikan kepada keluarga secara cuma-cuma. Di desa sangat erat rasa gotong royong dan kerja sama, sehingga masyarakat setempat sepakat tanah makam disediakan khusus untuk masyarakat setempat.
Jika ada anggota masyarakat lain yang ingin menggunakan tanah makam tersebut untuk pemakaman tidak harus membayar. Itulah kelebihan kehidupan masyarakat di desa, namun yang perlu digaris bawahi tidak semua desa menggunakan tata cara atau peraturan tersebut.
Anggapan masyarakat tentang biaya pemakaman itu mahal dilihat dari keperluan yang dikeluarkan dalam prosesi mulai dari pemakaman sampai 7 harian orang meninggal.
Masyarakat desa terutama sebagian masyarakat Jawa, melakukan acara peringatan katian sanak kerabat selama tujuh hari berturut-turut. Dilakukan dengan mengaji membaca yasin, sebagai bukti ikut merasakan antara masyarakat satu dengan yang lain.
Setelah acara ini kemudian diteruskan dengan memberikan jamuan makanan dan minuman yang dimakan secara bersama-sama. Itulah yang membuat biaya pemakaman itu mahal.
Beberapa Alasan Umum Biaya Pemakaman Itu Mahal
Selain karena tanah sewa, biaya mahalnya pemakaman juga muncul dari tradisi di beberapa daerah di Indonesia. Kebiasaan adat dan budaya ini tak jarang pula yang menjadikan biaya pemakaman nampak mahal. Apa sajakah kebiasaan tersebut? Berikut ulasannya.
Peti mati yang dibeli untuk jenazah berharga sangat fantastik, sama seperti harga sewa pada pelaminan.
Jangan berpikir membeli peti mati cukup satu, dua, atau tiga juta saja ternyata harga peti mati jumlahnya bisa menembus puluhan juta. Harga yang setara dengan menyewa kursi pelaminan pada acara pernikahan, bahkan bisa lebih mahal harga peti matinya dibanding harga sewa pelaminan.
Memang kewajiban bagi keluarga yang ditanggalkan untuk memberikan perlakukan sebaik mungkin kepada si jenazah. Salah satunya dengan membelikan peti mati yang ikut dikuburkan dengan bahan dan kualitas terbaik. Kualitas terbaik membuat harga peti mati sangat mahal selangit.
Misalkan peti mati yang terbuat dari bahan kayu jati dengan ukiran-ukiran yang mewah. Menurut keluarga peti mati sebagai tempat kedua dari si jenazah dan sebagai wujud rasa sayang dan hormat kerabat kepada si jenazah. Sehingga peti mati dipilihkan dengan kualitas yang baik.
Berbagai rangkaian upacara pemakaman yang dilakukan membutuhkan waktu berhari-hari dan mengeluarkan banyak biaya yang hampir sama dengan biaya dalam menggelar acara pernikahan.
Seperti telah dijelaskan diatas, upacara kematian membutuhkan banyak waktu sampai berhari-hari. Pelaksanaan upacara yang berhari-hari membutuhkan banyak biaya juga. Misalkan melihat upacara Ngaben di Bali, masyarakat percaya upacara ini merupakan penyatuan roh yang terlepas dari urusan keduniawian kepada Tuhan.
Disinilah jalan yang harus ditempuh agar perjalanan roh kepada Tuhan bisa cepat dan tenang. Upacara Ngaben di Bali memerlukan persiapan yang panjang dan menghabiskan biaya mulai dari puluhan dan ratusan juta rupiah. Keluarga dari kategori mampu akan melaksanakan upacara Ngaben langsung dihari itu juga.
Tetapi bagi keluarga yang tidak mampu upacara Ngaben di tunda dengan cara menguburkan terlebih dahulu jenazah tersebut, setelah ada Upacara Ngaben secara masal baru si jenazah di ikut sertakan dalam prosesi pembakaran mayat. Andaikan sudah berbentuk tulang belulang, yang dibakar adalah tulang belulangnya.
Adat kebiasaan masyarakat Tionghoa yang selalu merayakan upacara pemakaman yang dilakukan berhari-hari
Upacara yang dilakukan masyarakat Tionghoa membutuhkan waktu sepekan dan jika dihitung hitung biaya yang dikeluarkan sama dengan biaya pernikahan. Bahkan bisa dikatakan lebih tinggi dibandingkan biaya pernikahan, karena diperlukan berbagai sesi dalam melewati upacara orang meninggal Tionghoa ini.
Prosesinya ada upacara sebelum jenazah dimasukkan ke dalam peti mati, ada upacara pemasukan jenazah dalam peti dan upacara penutupan peti mati, ada upacara pemakaman, ada upacara tiga hari dihitung dari upacara pemakaman, sampai pada tujuh hari setelah pemakaman dilakukan.
Rangkaian acara demi acara tersebut membutuhkan biaya yang sangat besar, sehingga bagi keluarga mampu bisa melakukan seluruh prosesi pemakaman dengan baik. Namun, jika dari keluarga yang kurang mampu membutuhkan biaya yang cukup mahal untuk membuat acara pemakaman kerabat ini.
Pemasukan biaya disini bisa didapatkan dari masyarakat yang memberikan bantuan atau sebagai bentuk bela sungkawa kepada keluarga orang yang telah meninggal. Begitulah alasan oarng mengatakan biaya pemakaman itu mahal.
Tapi ada solusinya kok bagaimana supaya biaya pemakaman yang mahal ini tidak sampai membebani keluarga kita. Yaitu dikala masih hidup, kita harus membeli asuransi jiwa Allianz. Membeli dan ikut asuransi jiwa itu bukan berarti bahwa kita berharap bahwa kita akan cepat meninggal. Bukan seperti itu.
Namun latar belakang dari perlunya membeli asuransi jiwa Allianz adalah kita harus menyadari bahwa sebagai manusia biasa yang penuh keterbatasan, suatu saat kita pasti akan meninggal, cepat atau lambat. Tidak ada seorangpun yang bisa kekal abadi hidup di dunia ini. Suatu hari juga, setiap dari kita akan pergi dan meninggalkan dunia ini.
Pernahkah terlintas di pikiran kita, apa yang akan dilakukan oleh keluarga kita setelah kita tinggalkan? Tentunya mereka semua akan sibuk untuk mengurusi pemakaman kita bukan? Mulai dari semayamkan dimana sampai dimakamkan dimana termasuk semua proses dari awal sampai akhir. Apalagi jika suku kita menganut tradisi adat tertentu yang membutuhkan serangkaian acara untuk proses pemakaman. Pastinya semua itu butuh biaya yang besar.
Pertanyaan nya siapa yang akan mengeluarkan biaya itu semua? Apakah istri Anda kah? Anak anak Andakah? Saudara saudara Anda kah? Atau mungkin orang tua Anda kah? Mengapa setelah meninggal dunia, Anda tetap merepotkan keluarga Anda semua dengan membiarkan mereka untuk memikul biaya biaya yang berhubungan dengan pemakaman Anda?
Anda tidak hanya merepotkan orang orang di sekitar Anda di kala Anda masih hidup. Namun setelah meninggal juga, Anda membuat repot orang lain juga. Apakah Anda tidak merasa malu?
Padahal jika Anda menyadari ini dari awal, yaitu ketika Anda masih hidup, Anda masih berkesempatan untuk membeli asuransi jiwa. Dengan memiliki asuransi jiwa, maka semua biaya pemakaman ini bisa dibayar dengan memanfaatkan uang santunan yang diperoleh oleh ahli waris Anda.
Meskipun uang santunan meninggal dunia dari perusahaan Asuransi tidak serta merta cair di saat Anda meninggal ( karena butuh waktu proses klaim sekitar 14 hari kerja dihitung sejak semua dokumen klaim yang diperlukan diterima lengkap oleh perusahaan asuransi), namun setidaknya uang santunan kematian ini dapat mengganti biaya biaya pengurusan pemakaman yang telah terlebih dahulu dikeluarkan oleh pihak keluarga.
Nah lalu apa ruginya untuk ikut asuransi jiwa kalau begitu? Tidak ada kan ? Karena pasti bermanfaat suatu saat. Ingat saja kalimat ini : “Setiap orang tidak ada yang dapat hidup abadi, suatu saat pasti meninggal dunia.”