Beberapa bulan yang lalu, saya mendapatkan dua kabar yang mengejutkan dan cukup menakutkan dari mentor saya di Allianz. Kabar pertama, calon nasabah dari mentor sekaligus teman saya itu meninggal dunia sebelum bertemu dengan dirinya untuk membeli asuransi. Kabar kedua, calon nasabah dari rekan saya tersebut yang sudah mendaftar asuransi meninggal dunia sebelum polisnya disetujui. Dua-duanya adalah kepala keluarga.
Jadi saya bertanya pada rekan saya itu, apa yang bisa dia lakukan untuk kedua calon nasabahnya tersebut? Tahu tidak apa jawabannya? Dia bilang dia hanya bisa mengucapkan turut berdukacita, tidak lebih dari itu. Jika saya menjadi dia, saya juga akan memberikan jawaban yang sama.
Tentang Kabar Pertama
Calon nasabah dari rekan saya ini seorang pria umur 53 tahun, tinggal di Jakarta Selatan. Istrinya sudah membuka polis Tapro Allisya Protection Plus sejak akhir 2014 dengan fokus manfaat pada askes rawat inap. Pada awal akhir Maret 2015, dua anaknya menyusul didaftarkan, juga dengan fokus manfaat rawat inap.
Sebelumnya, sang istri yang selama ini berhubungan dengan rekan saya itu, berkata bahwa ia ingin mendaftarkan suaminya juga. Suaminya seorang perokok, tapi sehat dan tidak pernah rawat inap. Dalam soal asuransi, keluarga ini memprioritaskan manfaat rawat inap dengan sistem cashless. Rencananya, polis yang akan diambil utk sang suami preminya 1 juta per bulan, dengan manfaat UP jiwa 75 juta, 49 penyakit kritis 75 juta, dan HSC (rawat inap) plan kamar 1jt. Jadi, seperti halnya istri dan dua anaknya, fokus manfaatnya di askes rawat inap.
Tapi sebelum memperoleh waktu yang tepat untuk bertemu, istrinya mengabari rekan saya itu bahwa suaminya telah meninggal dunia karena serangan jantung. Tentu saja rekan saya itu merasa shock dan terkejut serta merasa menyesal mengapa si calon nasabah keburu meninggal dunia sebelum tercover oleh asuransi jiwa Allianz yang ditawarinya.
Sebagai sesama agen asuransi, saya mengerti akan penyesalannya tersebut. Apabila kita dapat membantu meringankan beban keluarga dari nasabah kita, tentunya kita memiliki suatu kepuasan batin yang tidak dapat terlukiskan dengan kata kata. Tidak salah apabila saya mengatakan bahwa tugas seorang agen asuransi merupakan sebuah tugas yang sangat mulia.
Meskipun banyak orang yang menganggap remeh atau merasa terganggu barangkali dengan kegigihan kami dalam menawarkan asuransi, namun pada akhirnya malah mereka akan berterima kasih karena telah dikenalkan dan ditawarkan produk asuransi yang sangat bermanfaat bagi keluarganya pada saat datangnya kemalangan/malapetaka.
Tentang Kabar Kedua
Kabar ini berasal dari calon nasabahnya yang lain dimana kala itu istri dari calon nasabahnya menelepon rekan saya itu dan berkata bahwa ia bermaksud mengubah ahli waris pada polisnya. Awalnya rekan saya itu merasa bingung dan belum mengerti maksudnya apa, sampai dia berkata bahwa suaminya telah meninggal dunia, diduga karena serangan jantung.
Sebelumnya suami istri ini bertemu dengan rekan saya di rumahnya di Jakarta Barat sebelum suaminya wafat. Sang suami tersebut telah menghubungi rekan saya itu sekitar setahun sebelumnya, dan telah beberapa kali berdiskusi dan meminta ilustrasi, namun baru memutuskan saat itu. Umur 31 tahun, dia membuka polis Tapro Allisya dengan premi 350rb per bulan, manfaat UP jiwa 750 juta, Ci100 150 juta, dan Payor benefit. Sang istri seorang ibu rumah tangga yang baru berhenti dari pekerjaannya, umur 30 tahun, membuka polis juga dengan premi 350 ribu per bulan, manfaat UP jiwa 350 juta, Ci100 350 juta, dan Payor benefit.
Rupanya, 5 hari setelah bertemu rekan saya itu, sang suami mendadak jatuh dari kursi saat mengobrol di ruang tamu. Saat itu juga langsung dibawa ke rumah sakit, tapi tidak tertolong dalam 3 jam. Kemungkinan besar serangan jantung, karena suaminya sehat tanpa riwayat sakit atau keluhan apa pun.
Saat itu polisnya masih dalam proses, dan baru disetujui sekitar 4 hari setelah kejadian. Ketika rekan saya itu mengantar polisnya dua minggu kemudian, di rumahnya hanya ada sang ibu mertua dan rekan saya tidak diberi tahu bahwa salah satu polis yang diantarnya itu sudah tidak berguna lagi karena si calon tertanggungnya telah meninggal dunia duluan sebelum polisnya aktif.
Lalu apakah hikmah daripada kejadian tersebut?
Saya tidak perlu menggambarkan apa yang sekarang dialami keluarga yang ditinggalkan. Yang pasti, hikmah yang bisa diambil dari dua kabar di atas adalah agar kita tidak menunda-nunda untuk membeli asuransi, terutama asuransi jiwa. Setiap penundaan ada harganya.
Jika penundaan itu mengenai asuransi kesehatan (rawat inap), harganya bisa anda bayar sepulang dari rumah sakit. Tapi jika penundaan itu mengenai asuransi jiwa (meninggal dunia dan penyakit kritis), harga yang dibayar sngat lah mahal karena itu ibarat nasi sudah menjadi bubur dan buburnya sudah menjadi basi sehingga sama sekali sudah tidak bisa dimakan.
Jika anda mengaku sayang keluarga dan bukan hanya NATO (No Action Talk Only), buktikanlah dengan membeli asuransi jiwa saat ini juga. Anda boleh menunda untuk membeli barang konsumtif seperti handphone baru, mobil baru, pakaian baru, perhiasan baru, jalan jalan keluar negeri, tapi please, jangan menunda membeli asuransi jiwa maupun asuransi penyakit kritis.
Saya sendiri sering bertemu dengan calon nasabah yang sering menunda dalam mengambil keputusan untuk berasuransi. Ada saja alasannya, mulai dari kondisi keuangan yang masih kurang di bulan ini, belum tanya istri atau suami mengenai asuransi yang mau diambil, belum berdiskusi dengan keluarga perihal asuransi yang ingin dibeli, menganggap remeh untuk mengambil asuransi sesegera mungkin, masih mau pikir pikir, pura pura lupa setelah saya kirimkan proposal ilustrasi dan seribu satu juta alasan lainnya.
Yang saya heran ada beberapa type orang yang sangat antusias pada saat pertama kali mencari saya untuk bertanya tanya tentang asuransi. Kadang semua nomor kontak saya di add sama mereka. Dari mulai sms, whats app, BBM, email, semua digunakan untuk menghubungi saya. Bahkan di waktu subuh sekalipun saya menerima pesan tersebut di saat saya sedang tidur. Namun anehnya saat proposal ilustrasi telah saya kirimkan dan saya jelaskan tentang produknya, mereka sudah tidak antusias lagi.
Bagi saya pribadi, sebenarnya hal itu tidak menjadi masalah karena sudah menjadi tugas saya untuk melayani segala jenis pertanyaan maupun permintaan soal asuransi. Hanya saya, yang saya sesalkan, waktu saya jadi tersia siakan hanya untuk segelintir orang iseng yang tidak serius untuk membeli asuransi dan yang menjadi korban adalah orang orang yang memang serius dan benar benar ingin membeli asuransi.
Konsentrasi saya yang harusnya saya curahkan bagi orang orang yang memang benar benar ingin memiliki asuransi menjadi teralihkan ke orang orang yang mengidap penyakit lupa ingatan (amnesia). Kenapa saya mengatakan sebagian orang orang tersebut sebagai orang yang mengidap penyakit amnesia, karena setelah mereka bertanya tanya iseng soal asuransi dan meminta ilustrasi asuransi, setelah itu tidak ada kabar nya lagi.
Apakah benar benar lupa atau pura pura lupa, atau malah saya sedang berhadapan dengan ikatan suami yang takut istri ( semua keputusan harus tanya istri dulu) atau ikatan istri takut suami (tidak berani bertindak tanpa sepengetahuan suami walaupun tujuannya baik) sehingga segelintir orang yang demikian tidak bisa mengambil keputusan berasuransi untuk melindungi keluarga tercintanya.