Asuransi Covid19 Allianz
asuransi corona Allianz
hs premier x (hscpx) allianz
asuransi perjalanan allianz
asuransi mobil allianz
asuransi allianz tapro
asuransi kesehatan allianz
klaim asuransi allianz cepat
asuransi jiwa allianz
asuransi jiwa allianz
agen asuransi allianz
asuransi allianz lengkap
asuransi penyakit kritis allianz
asuransi flexi ci allianz
asuransi ci100 allianz
critical illness allianz
asuransi  kesehatan cashless
mindset asuransi
asuransi allianz
allianz field
stadion allianz arena
allianz riviera
allianz stadium
cristiano ronaldo allianz
juventus allianz jersey
Asuransi Covid19 Allianz
asuransi Corona Allianz
hs premier x (hscpx) allianz
asuransi perjalanan allianz
asuransi mobil allianz
asuransi allianz tapro
asuransi kesehatan allianz
klaim asuransi allianz cepat
asuransi jiwa allianz
asuransi jiwa allianz
agen asuransi allianz
asuransi allianz lengkap
asuransi penyakit kritis allianz
asuransi flexi ci allianz
asuransi ci100 allianz
critical illness allianz
asuransi kesehatan cashless
mindset asuransi
asuransi allianz
allianz field
stadion allianz arena
allianz riviera
allianz stadium
cristiano ronaldo allianz
juventus allianz jersey
previous arrow
next arrow

Mengenal Asuransi Syariah

Apakah mengikuti program asuransi itu halal atau haram? Jika asuransi dianggap haram berarti tidak akan ada satu pun umat Muslim di dunia ini yang akan dilindungi oleh asuransi. Hal ini sangat penting untuk dipahami karena ketidak tahuan serta kesimpang siuran informasi ini akan menjurus kepada kerugian.

Bayangkan keluarga yang harusnya terlindungi oleh asuransi akan menjadi tidak terlindungi karena kesalahan informasi yang diterima. Pada dasarnya, sistem asuransi dibagi menjadi 2, yaitu asuransi konvensional dan asuransi syariah. Asuransi konvensional tidak mengenal hukum Islam (halal & haram) dalam pengelolaannya.

Sedangkan asuransi syariah yaitu asuransi yang berlandaskan hukum Islam dalam pengelolaannya. Asuransi Syariah Allianz (Tapro Syariah) adalah salah satu asuransi yang dalam prakteknya menggunakan hukum halal & haram dalam Islam, sehingga hanya melakukan praktek-praktek yang halal namun menjauhi praktek-praktek yang haram.

Namun masih banyak orang yang masih belum paham apa yang dimaksud dengan Asuransi Syariah, sehingga saya terpanggil untuk menjelaskannya dengan lebih detail melalui tulisan ini.

Apa alasannya suatu produk misalnya produk makanan bisa disebut halal? Sesuai dengan Fatwa Dewan Syariah Nasional Saat kita membeli produk-produk makanan baik di supermarket maupun di restoran, tentunya kita akan lebih memilih produk-produk yang mempunyai label halal.

Label halal tersebut dikeluarkan oleh LPPOM MUI (Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan dan Kosmetika Majelis Ulama Indonesia). Dengan adanya label atau sertifikasi halal tersebut sangat memudahkan masyarakat untuk memilih & mengkonsumsi produk-produk halal.

Kita tidak perlu repot untuk meneliti semua kandungan bahan pangan dalam suatu produk makanan satu persatu, bahkan sampai repot-repot melihat langsung cara memproduksinya. Kita hanya perlu mempercayakannya kepada MUI & lembaga yang ditugasinya yang mempunyai spesialisasi dalam hal menilai suatu produk makanan.

Sama halnya seperti di bidang makanan, MUI-pun mempunyai lembaga khusus yang mempunyai fungsi melaksanakan tugas-tugas MUI dalam menangani masalah-masalah yang berhubungan dengan aktifitas lembaga keuangan syariah. Lembaga yang dimaksud adalah Dewan Syariah Nasional (DSN).

DSN-MUI telah mengeluarkan fatwa mengenai pedoman umum asuransi syariah yang mana memberikan ketentuan-ketentuan, pedoman akad yang harus dilaksanakan, & cara pengelolaannya agar sesuai dengan syariat Islam.

Agar perusahaan asuransi syariah & lembaga keuangan syariah lainnya di Indonesia mampu melaksanakan pengelolaan sesuai dengan pedoman yang di-fatwakan DSN-MUI, maka MUI membentuk Dewan Pengawas Syariah (DPS) yang bertugas mengawasi pelaksanaan keputusan DSN di perusahaan berbasis syariah tersebut.

DPS merupakan dewan pakar ekonomi syariah dan ulama yang menguasai bidang fiqh mu’amalah. DPS ini kedudukannya setingkat dengan Dewan Komisaris yang bertugas mengawasi manajemen perusahaan. Oleh sebab itu. jika anda setuju untuk menjadi nasabah asuransi Allianz syariah, maka ada 2 akad yang disetujui, yaitu:

1. Akad tijarah (mudharabah), yaitu akad antara anda dengan pihak Allianz syariah. Dalam akad ini pihak Allianz syariah bertindak sebagai mudharib (pengelola) dan anda sebagai peserta bertindak sebagai shahibul mal (pemegang polis).

2. Akad tabarru’ (hibah), yaitu akad antar anggota/peserta. Dalam akad ini anggota/peserta memberikan hibah yang akan digunakan untuk menolong peserta lain yang terkena musibah. Sedangkan Allianz hanya bertindak sebagai pengelola dana hibah saja. Dananya tetap adalah milik para anggota, dan pihak Allianz hanya mempunyai kewajiban untuk mengelolanya sesuai prinsip syariah yang diawasi oleh Dewan Pengawas Syariah.

Dalam asuransi Allianz syariah, setiap anggota/peserta memberikan dana hibah (akad tabarru) sehingga jika ada peserta yang mengalami musibah dan mengajukan klaim, maka klaim tersebut diambil dari dana hibah tersebut dengan prinsip tabarru atau tolong-menolong. Mengenai ketentuan klaim & manfaat yang bisa diambil, seluruhnya tercantum dalam polis.

Riba adalah melebihkan jumlah pinjaman berdasarkan persentase tertentu. Dalam istilah perbankan, riba biasa disebut dengan bunga dan riba dilarang dalam Islam. Oleh karenanya, Asuransi Allianz syariah tidak memberikan bunga & tidak menanamkan investasi ke dalam instrumen keuangan yang berbasis bunga. Asuransi Allianz Syariah hanya melakukan investasi pada Jakarta Islamic Index & obligasi syariah (sukuk) karena harus sesuai dengan fatwa DSN-MUI bahwa investasi wajib dilakukan sesuai dengan syariah.

Dari sudut pandang Islam, membantu dan menyantuni mereka yang mengalami musibah merupakan kewajiban.

Berbagai ayat Al-Quran mengisyaratkan hal itu, antara lain dalam surat Al-Baqarah ayat 177 “sesungguhnya kebajikan itu ialah beriman kepada Allah, hari kemudian, malaikat-malaikat, kitab-kitab, nabi-nabi dan memberikan harta yang dicintainya kepada kerabatnya, anak-anak yatim, orang-orang miskin, musafir (yang memerlukan pertolongan) dan orang-orang yang meminta-minta; dan (memerdekakan) hamba sahaya, mendirikan shalat, dan menunaikan zakat; dan orang-orang yang menepati janjinya apabila ia berjanji, dan orang-orang yang sabar dalam kesempitan, penderitaan dan dalam peperangan.” dan surat Al-Maa’un ayat 1-7.

Semua ini merupakan wujud kepedulian terhadap sesama, sekaligus indikasi ketakwaan kepada Allah SWT. Bukankah Rasulullah SAW telah menyatakan bahwa orang-orang beriman antara satu dengan yang lain adalah bagaikan bangunan yang saling menguatkan, sehingga apabila satu bagian menderita sakit, maka bagian tubuh yang lain akan turut merasakannya.

Selain itu, Allah SWT juga meminta perhatian kita yang sungguh-sungguh untuk tidak meninggalkan generasi yang lemah (QS. An-Nisa: 9), baik akidah, intelektualitas, ekonomi maupun fisiknya. Masalahnya, bagaimana hal ini dapat dilaksanakan, sehingga dapat mencakup khalayak yang lebih banyak, di samping bantuan atau santunan yang diberikan cukup berarti untuk memulihkan kondisi keuangan mereka yang ditimpa musibah.

Ajaran Islam memerintahkan kita untuk menyantuni orang yang kehilangan harta benda, kematian kerabat, maupun musibah lainnya. Tindakan tersebut merupakan wujud kepedulian dan solidaritas (itsar), serta tolong-menolong (ta’awun) antar warga masyarakat, baik muslim maupun non-muslim. Dengan cara demikian rasa persaudaraan (ukhuwah) akan semakin kokoh.

Mereka yang ditimpa musibah tidak dirundung kesedihan yang berlarut-larut dan tidak terjerembab dalam keputusasaan, bahkan terhindar dari kemungkinan terpuruk dalam kemiskinan atau kehilangan masa depan. Akan tetapi cara-cara penyantunan itupun harus sejalan dengan syariat (QS 42: 13). Tidak boleh mengandung unsur gharar (ketidakpastian), maysir (untung-untungan), riba, dan hal-hal lain yang bersifat maksiat.

Dengan kata lain, ta’awun harus diletakkan di atas nilai-nilai ketakwaan untuk kebajikan, dan bukan pelanggaran hukum syariah yang dapat menimbulkan pertentangan atau permusuhan. Hal ini sebagaimana perintah Allah dalam surat Al-Maidah:2 : ” Saling tolong menolonglah kalian dalam kebajikan dan takwa, dan jangan kalian saling tolong-menolong dalam dosa dan permusuhan”

Asuransi syariah merupakan sistem alternatif, tepatnya pengganti, atas pola asuransi konvensional yang menerapkan sistem atau akad pertukaran yang tidak sejalan dengan syariat Islam. Pada sistem asuransi syariah, setiap peserta bermaksud tolong-menolong satu sama lain dengan menyisihkan sebagian dananya sebagai iuran kebajikan (tabarru’). Dana inilah yang digunakan untuk menyantuni siapapun diantara peserta asuransi yang mengalami musibah.

Jadi bukan dalam bentuk akad pertukaran diantara dua pihak, melainkan akad untuk saling tolong-menolong (takaafuli) di antara semua peserta. Seluruh dana premi yang terhimpun dikelola oleh perusahaan untuk investasi, re-asuransi, penyaluran manfaat asuransi, dan distribusi surplus operasi.

Untuk semua jasa pengelolaan ini, perusahaan meminta kontribusi peserta yang jumlahnya pasti dan disetujui oleh peserta, serta bagian dari surplus operasi sesuai kesepakatan perusahaan dengan peserta yang prosentase nisbahnya ditetapkan sejak awal.

Fenomena asuransi syariah adalah fenomena yang unik (al-ghuraba) di tengah arus ekonomi yang kapitalistik dan individualistik. Secara finansial, sistem asuransi syariah memungkinkan perolehan (manfaat) yang lebih baik. Bersamaan dengan itu, semangat solidaritas pun dipupuk melalui iuran kebajikan (tabarru’) peserta asuransi.

asuransi bayar biaya rumah sakit sesuai tagihan

Sistem tabarru’ dan bagi hasil (mudharabah) yang ditetapkan dalam pola operasional asuransi syariah mengharuskan adanya transparansi di dalam status dana dan pengelolaannya. Demikian pula dalam hal kontribusi biaya pengelolaan, yang disisihkan sedikit dari premi tahun pertama saja, ditetapkan dengan jelas dan menjadi bagian dari kesepakatan peserta.

Oleh karena itu sejak awal peserta mengetahui dengan jelas komponen premi yang disetorkannya, yaitu tabarru’ (iuran kabajikan), tabungan (hak mutlak peserta), dan kontribusi biaya pengelolaan.

Selain itu, peserta dapat melihat perkembangan dari waktu ke waktu perkembangan nilai tunai polisnya, yakni akumulasi tabungan dan bagi hasilnya. Oleh karenanya ketika peserta bermaksud mengundurkan diri dalam masa perjanjian karena sesuatu hal, nilai tunai yang dapat diterimanya dapat dihitung nilainya dan jelas sumbernya (berasal dari tabungan dan bagi hasilnya).

Demikian pula halnya klaim meninggal yang diterima oleh ahli waris peserta, terdiri dari manfaat asuransi atau santunan kebajikan (bersumber dari tabarru para anggota/peserta), tabungan yang sudah disetorkan dan bagi hasil tabungannya itu.

Dalam hal investasi, selain pertimbangan profitabilitas, kesesuaian usaha dengan ketentuan syariah merupakan faktor penentu keputusan investasi. Oleh karena itu peran Dewan Pengawas Syariah menjadi sangat penting di dalam pengembangan usaha asuransi syariah, dan hal ini yang tidak ditemukan di dalam asuransi konvensional.

Nah demikian lah sekilas mengenai Asuransi Syariah? Silahkan anda yang menilai sendiri apakah asuransi syariah termasuk haram atau halal? Asuransi Jiwa Allianz Syariah (Tapro Syariah) merupakan produk asuransi yang sesuai dengan syariat Islam yang mampu memberikan perlindungan bagi keluarga anda. Segera hubungi saya untuk memesan polis asuransi Allianz Syariah.

asuransi allianz lengkap
beli asuransi allianz