Seringkali para Penasehat Keuangan terkenal yang sering menulis artikel tentang perencanaan keuangan di media massa mengatakan bahwa : hanya pencari nafkah utama yang wajib memiliki proteksi Asuransi Jiwa. Pertimbangannya adalah: ekonomi keluarga akan terganggu apabila terjadi resiko pada pencari nafkah utama.
Sedangkan ibu rumah tangga, anak kecil, remaja, lajang yang bekerja, dan orang tua yang memasuki masa pensiun tidak perlu asuransi jiwa. Apabila mengacu secara pernyataan di atas, pertimbangannya tentu akan berbeda apabila terjadi kasus apabila si istri yang seorang ibu rumah tangga dan si anak yang mungkin masih balita terdiagnosa kanker butuh biaya sangat besar untuk pengobatannya. Apakah hal ini dapat mengganggu ekonomi keluarga?
Apakah kondisi ini tidak perlu proteksi Asuransi Jiwa. Untuk kondisi penyakit biasa, mungkin asuransi kesehatan yang telah dimiliki oleh istri maupun anak mungkin cukup membantu. Namun, asuransi kesehatan memiliki limit sesuai plan yang diambil.
Kenyataannya apabila seseorang menderita sakit kritis seperti kanker, jantung, biasanya terpaksa harus menjalani terapi pembedahan kompleks yang biayanya jauh di atas limit yang disediakan asuransi kesehatan tersebut. Dalam kondisi ini, jika istri maupun anak hanya diproteksi asuransi kesehatan, tentu si kepala keluarga akan cukup stress dan pusing memikirkan berapa besar biaya yang harus dikeluarkan untuk membiayai pengobatan tersebut.
Tentunya akan menguras jumlah uang yang cukup besar dari tabungan keluarga, bukan? Atau mungkin yang lebih ekstrim lagi, mencari pinjaman dari sanak keluarga maupun dari pihak perbankan untuk membiayai pengobatan si istri atau si anak sampai sembuh apabila tabungan keluarga tidak mencukupi. Apakah hal ini tidak mengganggu ekonomi keluarga dari orangtua si anak?
Pernyataan yang menyatakan ibu rumah tangga maupun anak yang masih balita tidak membutuhkan asuransi jiwa, sebetulnya hanya berlaku untuk asuransi jiwa dalam pengertian risiko meninggal dunia. Apabila berbicara mengenai risiko lainnya seperti penyakit kritis dan cacat tetap total, teori tersebut tidak berlaku sama sekali. Bicara tentang penyakit kritis, baik laki-laki maupun perempuan sama-sama memiliki risiko tersebut.
Bahkan kaum perempuan memiliki kemungkinan yang lebih besar dan jenis penyakit yang lebih banyak. Jika seorang ibu rumah tangga terkena penyakit kritis, siapa yang akan menanggung biayanya? Tanpa asuransi, siapa lagi kalau bukan suami. Dan sungguh, akan sangat memberatkan bertindak sebagai “perusahaan asuransi” bagi orang-orang yang kita cintai.
Berapa UP yang ideal untuk ibu rumah tangga? Jika premi bukan masalah, menurut saya, sebaiknya UP asuransi untuk istri sama dengan UP yang dimiliki suami. Kenapa? Hal itu menunjukkan besarnya penghargaan yang diberikan suami dan istri kepada satu sama lain. Bukankah suami istri harus saling menghargai secara setara?
Buatkan asuransi jiwa untuk istriku dengan uang pertanggungan yang sama dengan diriku. Karena jika istriku lebih dulu meninggal, maka aku akan keluar dari pekerjaanku saat ini. Aku akan tinggal di rumah untuk menggantikan semua tugas-tugas istriku dalam membesarkan anak-anakku sampai mereka mandiri kelak.
Itu bicara UP jiwa. Dalam hal UP penyakit kritis, bukankah kita tak pernah tahu, siapa yang membutuhkan biaya lebih besar, bukan?
Oleh karena itu pertanggungan berupa santunan asuransi jiwa maupun asuransi sakit kritis juga diperlukan bagi setiap anggota keluarga, baik untuk istri anda yang hanya seorang ibu rumah tangga maupun anak anda yang bahkan masih berusia balita. Contoh lainnya adalah seorang pensiunan seringkali dianggap sudah tidak memiliki nilai ekonomis karena anak-anaknya sudah tidak bergantung padanya.
Faktanya? Justru masih banyak pensiunan yang masih menjadi tempat bergantung anak-anaknya. Fenomena ini bukan hanya terjadi pada keluarga miskin tetapi keluarga mapan pun banyak ditemukan hal demikian. Pada akhirnya banyak pensiunan yang akan gantian bergantung pada anaknya pada saat-saat tertentu.
Seperti kasus sebelumnya. Saat si pensiunan menderita sakit kritis yang perlu biaya besar, seringkali anak-anaknya harus patungan untuk membiayai pengobatan orangtua mereka. Jadi, apakah si pensiunan perlu perlindungan terhadap sakit kritis? Oo iya, sangat perlu sekali. Apakah sebagai anak yang berbakti kepada orangtua, anda tega hanya bisa melihat orang tua anda menderita dan sekarat sedangkan anda sama sekali tidak berdaya untuk membantu oleh karena keterbatasan finansial?
Nah umumnya rider asuransi penyakit kritis hanya melindungi sampai usia 85 tahun. Lalu bagaimana apabila usia si pensiunan sudah tidak dapat dilindungi lagi oleh perlindungan sakit kritis? Nah, berterimasihlah pada asuransi jiwa Allianz yang dilengkapi dengan CI 100 saat ini dimana perlindungan penyakit kritis yang diberikan oleh CI 100 melindungi sampai usia si tertanggung mencapai 100 tahun.
Mantap sekali bukan? Asuransi jiwa Allianz tidak hanya memenuhi kebutuhan asuransi penyakit kritis yang memang dibutuhkan oleh masyarakat saat ini, tetapi juga memberikan perlindungan yang paling maksimal. Di pasar saat ini hanya Asuransi Allianz CI 100 yang berani memberikan perlindungan seperti ini.
Seorang pensiunan yang berusia 80 tahun dan memiliki 4 orang anak mengalami sakit kritis dan membutuhkan biaya pengobatan sebesar Rp. 1 milyar. Dari keempat anaknya tersebut, mungkin hanya 1 anak yang rejekinya berlebih, dan sisanya hanya memiliki keuangan yang cukup untuk membiayai keluarganya masing-masing. Meskipun demikian, tentu anak-anaknya yang lain juga akan mengusahakan yang terbaik walau apapun hasil akhirnya yang mungkin terjadi.
Apabila si pensiunan memiliki asuransi penyakit kritis tentulah Uang pertanggungan dari hasil klaim penyakit kritis tersebut bisa digunakan untuk biaya berobat. Namun apabila tidak memiliki asuransi penyakit kritis dan hanya memiliki asuransi jiwa sebesar Rp. 1 Milyar, akan sangat bijak apabila anaknya yang memiliki rezeki lebih menalangin dulu biaya pengobatan orang tua nya tersebut misalnya dengan menggadaikan rumah, kendaraan ataupun cari pinjaman lain.
Jadi, saat si orang tua meninggal, uang pertanggungan Rp 1 Milyar tadi bisa digunakan untuk mengembalikan aset si anak yang telah digunakan untuk menalangi biaya tersebut, bukan?
Yang perlu diingat adalah suami sebagai kepala keluarga akan sangat terbantu jika istrinya yang hanya seorang ibu rumah tangga memiliki asuransi jiwa. Bukankah suami istri harus saling membantu? Ketika suami membeli asuransi jiwa atas nama dirinya, ia tengah membantu istri dan anak-anaknya. Ini sesuatu yang baik. Sebaliknya, ketika suami membelikan asuransi jiwa atas nama istrinya, ia tengah membantu dirinya dan anak-anaknya. Ini pun sesuatu yang baik.
Contoh: Seorang suami, karena tidak pernah membaca saran perencana keuangan, menyetujui tawaran agennya untuk membelikan istrinya asuransi jiwa dengan UP sebesar 1 miliar, sama seperti dirinya. Suatu ketika (mungkin beberapa bulan atau beberapa tahun kemudian), istrinya dipanggil Yang Mahakuasa, maka cairlah uang Rp. 1 miliar dari perusahaan asuransi. Kira-kira apa yang akan dilakukan sang suami dengan uang tersebut? Ini beberapa kemungkinannya:
- Jika suami memiliki cicilan (rumah, mobil, dan lainnya), dia bisa melunasi utang-utangnya.
- Jika suami seorang karyawan, dia bisa memulai bisnis sampingan.
- Jika suami seorang wiraswasta, dia akan menambah modal usahanya.
- Suami pun bisa saja menyimpan dana 1 miliar tersebut untuk biaya pendidikan anak-anaknya.
Apa pun itu, semuanya baik dan sang suami akan merasa sangat terbantu. Bagaimana kalau istrinya panjang umur? Ya bersyukurlah kepada Yang Mahakuasa karena telah diberi umur yang panjang.
Apabila sang suami memang tidak membutuh uang pertanggungan dari istri maupun anaknya, uang pertanggungan tersebut bisa disumbangkan ke lembaga sosial atau orang-orang yang membutuhkan. Ini menyangkut ke hal yang lebih spiritual dibanding hanya sekadar menganggap asuransi jiwa sebagai kebutuhan dasar belaka. Ini bisa menjadi sarana untuk beramal yang sangat luar biasa, bukan?
Nah dari penjelasan di atas apakah anda masih sependapat dengan para perencana keuangan yang mengatakan bahwa ibu rumah tangga dan anak tidak memerlukan asuransi jiwa? Alasannya karena tidak ada dampak keuangan yang ditimbulkan dari peristiwa meninggalnya seorang ibu rumah tangga ataupun si anak.
Dengan berbagai pertimbangan dan kepentingan tersebut, keputusan tetap ada pada Anda. Apabila dana anda terbatas untuk membeli polis asuransi jiwa untuk seluruh anggota keluarga, ya paling tidak sisihkan lah pendapatan bulanan anda untuk keperluan pembayaran premi asuransi untuk melindungi si pencari nafkah utama yaitu kepala keluarga.