Asuransi Covid19 Allianz
asuransi corona Allianz
hs premier x (hscpx) allianz
asuransi perjalanan allianz
asuransi mobil allianz
asuransi allianz tapro
asuransi kesehatan allianz
klaim asuransi allianz cepat
asuransi jiwa allianz
asuransi jiwa allianz
agen asuransi allianz
asuransi allianz lengkap
asuransi penyakit kritis allianz
asuransi flexi ci allianz
asuransi ci100 allianz
critical illness allianz
asuransi  kesehatan cashless
mindset asuransi
asuransi allianz
allianz field
stadion allianz arena
allianz riviera
allianz stadium
cristiano ronaldo allianz
juventus allianz jersey
Asuransi Covid19 Allianz
asuransi Corona Allianz
hs premier x (hscpx) allianz
asuransi perjalanan allianz
asuransi mobil allianz
asuransi allianz tapro
asuransi kesehatan allianz
klaim asuransi allianz cepat
asuransi jiwa allianz
asuransi jiwa allianz
agen asuransi allianz
asuransi allianz lengkap
asuransi penyakit kritis allianz
asuransi flexi ci allianz
asuransi ci100 allianz
critical illness allianz
asuransi kesehatan cashless
mindset asuransi
asuransi allianz
allianz field
stadion allianz arena
allianz riviera
allianz stadium
cristiano ronaldo allianz
juventus allianz jersey
previous arrow
next arrow

Pilih Tapro Allisya Apabila Ingin Menghindari Riba

Ada yang berkata, asuransi itu haram. Bahkan asuransi syariah pun masih haram.  Lalu gantinya apa apabila kita dilarang memiliki polis asuransi karena katanya asuransi itu haram? Hal ini tidak dijelaskan. Padahal asuransi itu merupakan kebutuhan setiap manusia.

Kebutuhan?

Ya. Karena setiap manusia tidak ada yang kebal dari yang namanya risiko hidup, seperti sakit, kecelakaan, cacat, dan meninggal dunia.

Semua risiko itu, jika terjadi, membutuhkan uang untuk menanganinya.

  • Sakit butuh biaya untuk berobat. Sakit yang berat bahkan bisa bikin seseorang tidak bisa bekerja lagi.
  • Kecelakaan butuh biaya untuk pemulihan. Dan jika menimbulkan cacat tetap, seseorang bisa kehilangan produktivitasnya.
  • Meninggal pun butuh biaya, untuk pemakaman, upacara kematian, hingga pengganti penghasilan yang berhenti jika kejadian tersebut dialami pencari nafkah.

Risiko-risiko tersebut memang masih berupa kemungkinan, bisa terjadi atau tidak dalam periode tertentu. Tapi pada tataran makro (masyarakat), risiko-risiko tersebut merupakan kepastian. Setiap hari selalu ada saja orang yang sakit, kecelakaan, dan meninggal. Dan jelas butuh sumber pembiayaan tertentu untuk mengatasi dampak ekonomis dari semua risiko itu.

Dari sini timbul pertanyaan: Jika tidak pakai asuransi, lalu apa alternatifnya?

Ada beberapa ide yang terpikirkan.

  1. Pakai uang sendiri. Jika butuhnya kecil, masih bisa. Tapi kalau butuhnya ratusan juta hingga miliaran, apakah kita semua punya? Kalau butuhnya saat ini juga, apakah kita siap? Yang perlu disadari adalah bahwa sakit, kecelakaan, dan meninggal dunia itu tidak bisa diketahui kapan datangnya dan berapa biayanya.
  2. Menjual harta. Dengan catatan ada harta yang bisa dijual, entah perhiasan, kendaraan, atau rumah. Pertanyaannya, apakah rela?
  3. Mencari pinjaman. Alternatif ini tentu sangat tidak mudah. Dalam kondisi sehat dan untuk keperluan produktif saja pinjam uang itu harus pakai agunan, bagaimana jika dalam kondisi sakit dan untuk keperluan konsumtif? Belum lagi yang namanya pinjaman itu harus dikembalikan berikut bunganya. Sangat mungkin dalam kondisi seperti ini akhirnya terjebak riba, sesuatu yang awalnya ingin dihindari ketika mengharamkan asuransi.
  4. Mengharap sumbangan. Pertanyaannya: Seberapa efektif? Seberapa besar dana yang bisa dikumpulkan dari sumbangan yang bersifat sukarela?

Ada orang yang meyakini, seandainya dana-dana filantropis seperti zakat, infak, sedekah, perpuluhan, dan berbagai bentuk donasi lain bisa dikumpulkan secara maksimal, manusia tidak memerlukan lagi asuransi.

Tanpa mengecilkan peran zakat, infak, sedekah, menurut saya hitung-hitungannya tidak masuk. Sebagai gambaran: dana asuransi itu bisa 5-15% dari penghasilan seseorang, dan dana tersebut dikumpulkan khusus untuk menanggulangi musibah tertentu, itu pun untuk para peserta yang membayar iurannya saja.

Sedangkan dana filantropis semacam zakat hanya diwajibkan 2,5%, anggaplah berikut dana-dana lainnya bisa terkumpul 10% dari penghasilan atau kekayaan bersih orang-orang yang mampu, tapi dana tersebut digunakan untuk beraneka keperluan masyarakat, mulai dari memberi makan fakir miskin, membiayai orang sakit, membantu orang yang berutang, mendanai pendidikan, sampai pembukaan lapangan kerja.

Dan dana-dana tersebut bukan hanya dinikmati mereka yang membayar, tapi keseluruhan masyarakat.

  1. Mengandalkan pemerintah. Untuk beberapa kebutuhan proteksi dasar, pemerintah telah menyediakan BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan. Itu pun ada preminya sehingga sama saja dengan asuransi. Lebih dari itu, apakah kita yakin pemerintah mampu membiayai semua orang sakit di negeri ini? Apakah kita yakin pemerintah mampu memberikan penghasilan rutin kepada orang yang lumpuh dan sakit berat? Apakah kita yakin pemerintah mampu membiayai hidup dan pendidikan semua anak-anak yang kehilangan ayahnya?
  2. Pasrah. Jika semua cara tak bisa diandalkan, jalan terakhir adalah pasrah. Atau tawakal, walaupun tawakal yang benar menurut Nabi Muhammad ialah “ikat dulu untamu” alias ikhtiar dulu.

Dengan segala kekurangan dari alternatif-alternatif yang ada, yang memang tidak secara khusus ditujukan untuk menanggulangi dampak musibah, tak diragukan lagi kita masih membutuhkan asuransi. Asuransi adalah sebuah mekanisme pengumpulan dana dengan tujuan spesifik untuk membantu orang-orang yang terkena musibah. Orang yang terkena musibah tentu mengalami bermacam beban, baik dari segi fisik, psikologis, hingga keuangan. Asuransi membantu dari segi keuangan. Jika keuangan terbantu, mudah-mudahan beban psikologis dan fisik pun jadi lebih ringan.

Adanya asuransi juga meringankan beban yang harus ditanggung pemerintah dan lembaga-lembaga pengumpul donasi. Asuransi punya kelebihan yaitu mampu menjangkau orang-orang kaya, kalangan yang biasanya bukan prioritas untuk memperoleh bantuan dari pemerintah dan lembaga amal.

Padahal orang-orang kaya juga butuh uang jika mengalami musibah seperti rawat inap, sakit kritis, kecelakaan, cacat tetap, dan meninggal dunia. Tapi kebutuhan mereka memang akan terlalu besar untuk dipenuhi oleh pemerintah dan seperti kurang pada tempatnya jika mengharapkan dari dana-dana sukarela.

Mengharamkan sesuatu yang merupakan kebutuhan masyarakat tentu harus ada alternatifnya. Bahkan sesuatu yang haram pun, jika darurat dan tidak ada penggantinya, bisa menjadi halal.

Jika hanya bisa mengharamkan tanpa memberikan solusi, apakah itu namanya?

Tentu sah-sah saja dan setiap orang berhak menolak asuransi, dengan alasan apa pun. Tapi yang perlu disadari, sikap ini berpotensi membahayakan diri sendiri dan keluarga. Bukankah setiap bahaya harus dihindari?

Jadi, berhati-hatilah dalam mengharamkan asuransi. Jangan-jangan asuransi adalah anugrah Tuhan untuk membantu umat manusia. Jangan-jangan asuransi bukan hanya tidak haram, tapi wajib adanya. Jangan-jangan asuransi bukan hanya wajib, tapi mulia adanya.

Asuransi Konvensional dan Asuransi Syariah

asuransi bayar biaya rumah sakit sesuai tagihan

Tapi, mungkin ada keraguan tentang asuransi yang banyak beredar sekarang, bukankah itu mengandung riba?

Baiklah. Perlu diketahui bahwa asuransi ada dua macam. Pertama, lazim disebut asuransi konvensional. Kedua, asuransi syariah.

Asuransi konvensional memang mengandung riba. Riba dalam hal apa? Setidaknya dalam dua hal. Pertama, pertukaran atau jual beli antara premi dengan uang pertanggungan. Kedua, penyaluran dana pada instrumen-instrumen keuangan ribawi, seperti deposito, obligasi, dan saham-saham yang tidak semuanya memenuhi kriteria syariah.

Tapi kedua unsur riba tersebut sudah dihilangkan dalam asuransi syariah. Pertama, akad yang terjadi bukan pertukaran atau jual beli antara premi dengan uang pertanggungan, melainkan akad hibah atau saling menolong di antara para peserta asuransi. kedua, penyaluran dana hanya pada instrumen-instrumen investasi yang sesuai syariah, antara lain deposito syariah, sukuk (obligasi syariah), dan saham-saham yang memenuhi kriteria syariah.

Kriteria investasi syariah itu sendiri telah dijabarkan dalam fatwa DSN MUI tahun 2001 tentang Pedoman Pelaksanaan Investasi untuk Reksadana Syariah, pada pasal 8 disebutkan bahwa investasi hanya dapat dilakukan pada efek-efek yang diterbitkan pihak (emiten) yang jenis kegiatan usahanya tidak bertentangan dengan syariah Islam.

Jenis usaha yang bertentangan dengan syariah Islam antara lain usaha perjudian, usaha lembaga keuangan ribawi (termasuk perbankan dan asuransi konvensional), usaha di bidang makanan dan minuman haram, dan usaha di bidang barang-barang atau jasa yang merusak moral dan bersifat mudarat.

asuransi allianz lengkap
beli asuransi allianz