Miris sekali membaca berita di bawah ini. Berita ini saya kutip dari salah satu harian terkenal di Kota Medan, Sumatra Utara. Kejadiannya baru saja terjadi sekitar seminggu yang lalu tepatnya di tanggal 18 Juli 2016. Hidup memang penuh ketidak pastian. Kita tidak pernah tahu, kapan kita akan dipanggil menghadap yang Mahakuasa.
Namun yang paling penting adalah apakah kita sudah mempersiapkan segala sesuatu nya apabila suatu saat kita tiba tiba dipanggil tanpa kita sempat mengucapkan selamat tinggal kepada istri dan anak anak kita? Apakah kita siap apabila suatu saat kejadian naas menimpa kita yang mengakibatkan kita harus meninggalkan keluarga kita untuk selama lamanya?
Siap tidak siap, kita harus terima karena kita juga tidak bisa menghindar dari yang namanya suratan takdir/ nasib. Tetapi pertanyaan terpenting adalah apakah istri dan anak anak kita siap menghadapi kenyataan pahit ini? Apakah mereka siap untuk melanjutkan hidup tanpa dukungan dari sosok seorang ayah yang selama ini berperan sebagai pencari nafkah utama untuk menghidupi keluarga?
Tentunya sepeninggal si kepala keluarga, beban berat pasti akan berada di pundak si ibu yang akan menjadi orang tua tunggal. Selain harus membesarkan anak anaknya sendirian, istri yang ditinggalkan ini juga mesti bekerja mencari nafkah untuk membiayai hidup nya dan anak anaknya seorang diri.
AWALNYA, Broderick (10) siswa kelas IV SD Yayasan Cinta Budaya ini tegar saat mengikuti ritual di rumah persemayaman Angsapura di Jalan Asia Medan. Bersama adiknya Alissa (8) yang juga sekolah sama ini, keduanya bersama saudara begitu serius mengikuti rangkaian ritual yang digelar untuk mendoakan orangtuanya Monang (48) yang meninggal dunia diduga akibat korban pembunuhan oleh begal.
Sementara adiknya yang bungsu, Clarissa (4) terlihat terus menangis di gendongan ibunya, Linda.
Broderick saat ditanya anggota DPRD Sumut, Brilian Moktar, apa harapannya atas peristiwa yang menimpa papanya. Dengan suara berat dan terbata-bata bocah bertubuh kurus ini meminta agar pembunuh papanya cepat terungkap dan dihukum seberat-beratnya.
“Mohon bantuan pak polisi agar mengungkapkan kasus papaku. Biar cepat selesai dan biar papa tenang,” ucapnya sambil menangis sekuat-kuatnya.
Suasana yang awalnya tenang menjadi haru. Broderick bersama adiknya Alissa dan ibunya Linda menangis tersedu-sedu. Mereka pun saling berpelukan mengungkapkan kesedihan yang mendalam.
Para tamu yang melayatpun ikut meneteskan air mata. Brilian Moktar yang datang bersama Ketua Komunitas Masyarakat Amal Peduli Kemanusiaan (Kompak) Sumut, Iwan Hartono Alam juga larut dalam suasana sedih.
Keduanya berusaha menghibur dan mengusap kepala Broderick sembari meminta agar bocah tersebut kuat. “Koko harus kuat ya!” ucap Brilian.
Peristiwa Tragis
Istrinya korban, Linda mengaku sangat terpukul atas peristiwa kepergian suaminya dengan sangat tragis. Bagaimana tidak? Suami yang selama ini menjadi tulang punggung keluarga untuk mencari rezeki bahkan dibantunya dengan usaha katering kini telah pergi selama-selama. Meninggalkan dirinya dan tiga anaknya yang masih kecil dan masih sekolah di SD Cinta Budaya di Kompleks MMTC Medan dan setiap pagi sebelum berangkat kerja selalu mengantar anak-anaknya.
“Harapan saya, kalau bisa tolong diungkap kasusnya dan pelaku secepatnya ditangkap. Ini peristiwa sangat tragis sekali, kalau memang mau harta benda jangan sampai ditikam. Kita minta pihak kepolisian untuk segera mengungkapkan kasus ini,” ucapnya.
Dia bahkan berdoa bisa diberikan jalan agar kepolisian mengungkapkan ini, bagaimana kronologis dan siapa pelakunya.
Menurutnya, suaminya hanya seorang salesmen pabrik lilin di kawasan Cemara, dengan gaji yang pas-pasan dan dirinya membantu kehidupan keluarga dengan usaha katering. Makanya, rutinitas yang dilakukan biasanya malam hari membeli sayuran di Pasar Pemko Medan di Lauchi-Medan Selayang. Jika ada kekurangan baru pergi ke pasar seperti membeli tahu, ikan dan lainnya dan dilakukan memang harus pagi-pagi hari.
Sebelumnya kejadian, ketika itu Senin (18/7), suaminya pergi ke pasar dari rumah sekira pukul 04.30 WIB. Saat pergi bahkan sempat pulang balik untuk mengenakan jaket.
Tetapi, dirinya sempat ditelepon dari langganan penjual tahu mengapa belum mengambil pesanan. Bahkan, sempat ditelepon pihak kepolisian bahwa suaminya ada kecelakaan dan sedang dirawat di Rumah Sakit Brimob Poldasu, di Jalan KH Wahid Hasyim.
Rasa penasaran pun muncul, dirinya coba menelepon kembali pihak kepolisian tetapi tidak dijawab tetapi akhirnya ditelepon polisi kembali terkait peristiwa yang terjadi. Saat mencari inforamasi dirinya sempat berselisihan dengan ambulan yang membawa suaminya.
Linda sangat berharap, agar polisi, benar-benar mampu mengungkapkan dan menyelidiki siapa pelakunya. “Saya hanya kepingin mengetahui mengapa ada orang memiliki hati sangat busuk, membunuh orang untuk menguasai harta sampai membunuh orang,” ucapnya.
Bahkan, lanjutnya jika dilihat dari CCTV suaminya tidak melawan tetapi berusaha melarikan diri karena memang sepeda motor yang ingin dirampas bukan milik pribadi tetapi fasilitas kerja yang ingin dipertahankan sebagai bentuk tanggungjawab menjaga amanah pimpinan di tempatnya bekerja.
Di hadapan Brilian Moktar dan Iwan Hartono Alam, Linda mengungkapkan kesedihan dan kekhawatiran atas kelanjutan masa depan pendidikan anaknya. Apalagi, anaknya masih kecil-kecil dan tetap ingin bersekolah di Yayasan Cinta Budaya yang cukup jauh dari kediamannya di Jalan Ternak-Medan Polonia.
Tindak Cepat
Brilian dan Iwan Hartono Alamsyah meminta polisi segera bertindak cepat menangkap pelaku pembunuhan. “Saya kira polisi harus bertindak cepat. Mencari siapa pembunuh dan peristiwa ini harus menjadi yang terakhir. Kasihan keluarga korban. Bayangkan, korban yang keluar pagi itu bekerja untuk memenuhi kebutuhan keluarga. Seharusnya peristiwa ini tidak boleh terjadi,” katanya.
Polisi, katanya harusnya berpatroli sampai pagi seperti di Bandung. Polisi dan Koramil berpatroli sampai pagi. Jika ada begal langsung ditumpas. Kini, Bandung sudah aman, tidak ada sama sekali tindak kekerasan begal.
Menurutnya, peristiwa perampokan disertai pembunuhan dengan korban orang biasa menandakan bahwa pelakunya terkena pengaruh narkoba dan habis pulang dari diskotek. “Kita sangat kasihan, almarhum masih produktif dan meninggal keluarga yang masih kecil-kecil. Polisi harus cepat mengungkap kasus ini agar keluarga bisa merasa tenang,” ucapnya.
Brilian menambahkan, perlu Polresta Medan belajar dari cara Kota Bandung menuntaskan para begal. “Dalam empat bulan tidak ada kebut-kebutan di jalan. Saat itu, ada tentara terbunuh oleh begal sehingga TNI dan polisi bergabung mengatasi begal. Apakah Kota Medan perlu antara TNI dan polisi bergabung menuntaskan begal,” sarannya. (Muhammad Arifin)
Berita di atas dikutip dari http://harian.analisadaily.com/headline/news/tolong-tangkap-pembunuh-ayahku/250964/2016/07/20#.V4-Ta3nkhCo.facebook
Jika anda membaca kisah ini dan anda masih belum memiliki asuransi jiwa, saya sarankan anda untuk memiliki asuransi jiwa mulai dari sekarang. Hidup tidak bisa diprediksi. Kapanpun kita bisa dipanggil menghadap Yang Mahakuasa secara tiba tiba, mungkin 1 jam dari sekarang, 1 hari dari sekarang, 1 minggu dari sekarang, dan dengan cara yang tidak kita sangka sangka.
Yang perlu untuk kita pikirkan adalah bagaimana nasib istri dan anak anak yang akan kita tinggalkan kelak jika kita sudah tidak berada di sisi mereka untuk melindungi mereka.
Dengan memiliki asuransi jiwa, setidaknya anda telah melakukan kewajiban anda sebagai seorang suami dan ayah yang baik bagi istri dan anak anak anda. Itu membuktikan bahwa anda selalu senantiasa memikirkan nasib mereka, di saat anda masih hidup maupun di saat anda telah tidak bersama sama dengan mereka lagi.