Manusia tidak pernah lepas dari yang namanya resiko (kemungkinan timbulnya kerugian atau kerusakan). Setiap resiko tidak dapat dihindari, tapi dampak risiko tersebut dapat diminimalkan dengan beberapa cara antara lain:
1. Menghindari risiko
Menghindari risiko dapat dilakukan dengan menghilangkan kebiasaan atau kegiatan yang mungkin menimbulkan risiko. Contohnya, seseorang yang khawatir terkena kanker paru-paru akibat kebiasaannya merokok, dapat menghindarinya dengan cara menghentikan kebiasaan tersebut.
2. Mengendalikan risiko
Mengendalikan risiko dapat dilakukan dengan cara mengurangi frekuensi dan dampak dari kerugian yang mungkin timbul. Contohnya, seorang pengendara motor harus mengenakan helm dan merawat motornya secara berkala, untuk mengendalikan kerugian yang mungkin timbul.
3. Menerima risiko
Menerima risiko dilakukan dengan cara mempertahankan risiko yang ada. Contoh, seorang kaya dengan harta yang banyak mungkin tidak merasa perlu untuk membeli asuransi kesehatan karena dia berpikir dapat membiayai dokter apabila dia sakit.
4. Mengalihkan risiko
Mengalihkan risiko dapat dilakukan dengan cara mentransfer risiko dari seorang individu ke sebuah perusahaan. Contoh, seorang kepala keluarga yang khawatir keluarganya kehilangan pendapatan apabila dirinya terkena sakit atau meninggal dunia, dapat membeli produk asuransi dari perusahaan asuransi jiwa.
Perusahaan asuransi jiwa mengelola risiko dengan cara:
- Memindahkan dampak kerugian dari seorang individu kepada sebuah grup;
- Membagi kerugian yang dialami oleh individu tersebut kepada seluruh anggota grup.
Ilustrasi
- Kita asumsikan ada 1000 orang yang berusia 50 tahun dan dalam keadaan sehat. Namun diperkirakan, 10 orang di antaranya akan meninggal dunia tahun ini.
- Misalnya saja, nilai ekonomis kerugian yang ditanggung oleh satu keluarga yang ditinggalkan adalah sekitar 200 juta, jadi total kerugian 10 keluarga sekitar 2 miliar.
- Bila setiap orang dari grup tersebut (1000) orang menyumbang 5 juta rupiah per tahun untuk dana bersama, maka dana yang terkumpul sebesar 5 miliar rupiah.
- Jumlah tersebut tentu cukup untuk mengganti kerugian 200 juta rupiah kepada setiap keluarga yang ditinggalkan.
- Artinya, risiko yang dihadapi oleh 10 orang tadi disebar ke 1000 orang yang tergabung dalam grup tersebut.
Tahapan Bisnis Asuransi Jiwa
- Menyatukan, yaitu menyatukan orang-orang dengan kepentingan asuransi yang sama, dengan tujuan untuk membagi risiko yang sama.
- Mengumpulkan, yaitu mengumpulkan dana atau premi dari sekumpulan orang yang telah disatukan tadi.
- Membayar, yaitu membayar kompensasi atau klaim kepada mereka yang menderita kerugian.
Faktor-faktor Penentu Jumlah Premi
Dalam bisnis asuransi, risiko-risiko yang dihadapi setiap individu dipindahkan ke pihak penanggung (perusahaan asuransi jiwa), yang setuju untuk mengganti kerugian dalam jumlah tertentu sebagaimana disebutkan dalam kontrak polis. Untuk mengganti kerugian ini, perusahaan asuransi menetapkan premi yang harus dibayar individu yang menjadi tertanggung. Dalam menetapkan premi, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan:
- Kemungkinan kerugian
- Nilai dari setiap kerugian
- Biaya administrasi yang diperlukan untuk menjalankan usaha, seperti mengumpulkan premi dari setiap anggota, mengukur kerugian, membayar klaim, dll.
- Ambang kesalahan yang mungkin timbul saat memprediksi kerugian
- Faktor-faktor lainnya seperti faktor finansial, kesehatan, dan sosial.
Kesalahan dalam mengukur faktor-faktor tersebut dapat menimbulkan kerugian bagi perusahaan asuransi jiwa, seperti menetapkan premi lebih kecil dari seharusnya.
Bisnis asuransi jiwa tidak lain adalah saling berbagi. Hal ini bertujuan untuk menyebar kerugian yang diderita seseorang ke seluruh anggota grup yang mengharapi risiko sama.
Perusahaan asuransi bertindak sebagai sebuah perwakilan, mengelola dana yang dikumpulkan atas nama komunitas grup tersebut. Perusahaan asuransi jiwa juga harus mengatur sedemikian rupa sehingga tidak ada pihak yang merasa dirugikan.
Tidak semua risiko dapat diasuransikan. Sebuah risiko dapat diasuransikan apabila:
- Memungkinkan bagi perusahaan asuransi jiwa untuk menghitung kerugian secara finansial.
- Terdapat sejumlah orang dengan jenis risiko yang sama.
- Nilai ekonomis atau jiwa yang diasuransikan dan risiko yang ditanggung memiliki kepentingan asuransi (insurable interest).
Hukum Bilangan Besar (Law of Large Number)
Asuransi jiwa, sebagai alat untuk menyebar risiko, hanya dapat bekerja apabila perusahaan asuransi jiwa mampu menanggung risiko yang sama dalam jumlah yang besar. Di sini berlakulah apa yang disebut hukum bilangan besar (law of large number). Hukum bilangan besar menyatakan bahwa apabila jumlah eksposur kerugian meningkat, maka prediksi kerugian akan semakin mendekati jumlah kerugian yang nyata (actual loss). Penggunaan hukum bilangan besar memungkinkan jumlah kerugian dapat diprediksi dengan lebih baik.
1. Melindungi keluarga dari kehilangan penghasilan jika pencari nafkah utama meninggal dunia.
Ini fungsi pokok dari asuransi jiwa. Selama kita punya tanggungan nafkah (pasangan, anak-anak), selama itu pula kita masih butuh asuransi jiwa. Agar asuransi jiwa mampu memainkan fungsinya sebagai ganti penghasilan, maka uang pertanggungan (UP) jiwa harus cukup besar untuk memberikan bunga/retur sebesar gaji per bulan jika didiamkan di deposito, obligasi/sukuk, atau reksadana pendapatan tetap.
2. Melindungi keluarga dari beban utang.
Mungkin rumah yang kita tempati, kendaraan yang kita pakai, barang-barang yang kita miliki, dan lain-lain, sebagian atau seluruhnya diambil dari utang. Utang adalah warisan terburuk yang mungkin diberikan seorang suami dan ayah.
Utang bukan hanya membebani keluarga yang ditinggalkan, tapi juga orang yang mewariskannya, sebab di akhirat pun utang tidak akan dianggap lunas begitu saja. Agar asuransi jiwa berperan membebaskan keluarga dari utang, maka UP jiwa minimal harus sama besar dengan utang yang dimiliki keluarga itu.
3. Memberikan sejumlah warisan yang berharga untuk anak-anak.
Para perencana keuangan kerap menyarankan batas masa kontrak asuransi jiwa hanya sampai tahap ketika anak-anak sudah mandiri atau sampai utang terlunasi. Boleh dikata, ini mungkin yang wajibnya. Tapi merencanakan asuransi jiwa sebagai warisan pun tak kalah pentingnya, khususnya untuk zaman ini. Mungkin betul orangtua telah berhasil melewati masa-masa membesarkan anak, dan kini semua anak-anaknya sudah mandiri.
Tapi sudah mandiri bukan berarti kaya dan banyak uang. Mungkin saja penghasilan mereka masih pas-pasan, sehingga belum bisa beli rumah atau kendaraan. Sekarang harga rumah mahal. Mungkin mereka sanggup membayar cicilannya, tapi untuk uang mukanya tidak.
Adanya warisan, termasuk dari uang pertanggungan asuransi jiwa, akan sangat membantu mewujudkan kebutuhan ataupun keinginan mereka, suatu saat. Kalaupun UP jiwa tidak cukup untuk beli rumah secara kontan, minimal bisa buat uang mukanya. Yakinlah, anak-anak akan sangat berterima kasih kepada orangtua yang tetap mengasuransikan jiwanya walaupun mereka telah dewasa.
4. Sebagai final expenses (biaya kematian).
Meninggal dunia itu butuh biaya. Untuk upah orang yang memandikan, untuk pemakaman, makanan ringan untuk orang-orang yang melayat, untuk tahlilan, mencetak buku Yasin, mengurus sertifikat kematian, dan lain-lain.
Apalagi di perkotaan, tanah pemakaman harganya mahal, bisa jutaan rupiah hanya untuk sewa selama tiga tahun. Dan biaya tahlilan itu, bagi yang melaksanakannya, lebih mahal lagi. Pilihannya ada dua: apakah mau menyuruh anak-anak untuk membayar semua biaya itu, atau mempersiapkan sendiri mumpung masih hidup. Asuransi jiwa dapat dipandang sebagai salah satu cara mempersiapkan biaya terakhir hidup kita.
5. Menjadi sedekah untuk terakhir kalinya.
Ini fungsi tambahan asuransi jiwa yang jarang dikemukakan para perencana keuangan. Jika fungsi pertama sudah lewat (anak sudah mandiri), fungsi kedua sudah berlalu (utang sudah lunas), dan begitu pula fungsi ketiga dan keempat (anak-anak sudah sangat kaya sehingga tidak butuh warisan apa pun dari orangtuanya dan tak masalah dengan final expenses), maka UP jiwa bisa saja disedekahkan kepada orang miskin, tempat ibadah, lembaga amal, atau kegiatan sosial.
Ini akan menjadi amal ibadah terakhir bagi yang bersangkutan, mengurangi catatan dosa-dosanya, dan menerangi perjalanannya di alam keabadian.