Manusia mati meninggalkan apa? Ada yang menjawab meninggalkan nama baik dimana orang orang akan selalu mengingat perbuatan baik atau jasa yang pernah dilakukan semasa masih hidup. Ada juga yang meninggalkan nama buruk karena perbuatannya yang tidak baik sehingga orang orang akan selalu mengenang keburukannya saja.
Yang pasti setiap orang yang mati pasti meninggalkan keluarganya. Bagi yang telah berkeluarga, akan meninggalkan anak, istri dan bagi yang masih lajang, akan meninggalkan orang tua maupun saudara kecuali yang meninggal itu tinggal sebatang kara di dunia ini. Yang paling parah bahkan ada yang meninggalkan hutang yang menumpuk yang akan menjadi beban bagi keluarga yang ditinggalkan.
Apakah kematian merupakan akhir dari segala sesuatu? Sebenarnya kematian hanyalah permulaan. Pada saat seseorang meninggal pada hakikatnya ia baru saja membuat dua titik permulaan. Permualaan untuk kehidupannya di alam akhirat, dan permulaan untuk berbagai akibat yang ia tinggal di muka bumi.
Orang bilang, gajah mati meninggalkan gading, manusia mati meninggalkan teladan kebaikan. Jasadnya bisa saja mati. Tapi ia tetap hidup. Ia masih bisa memberikan mafaat kepada yang hidup. Bahkan bagi para pahlwan, para ideolog, kematiannya adalah babak baru untuk menghidupkan sejarah dan membangun peradaban.
Barangkali kita bukan pahlawan, apalagi sosok seorang ideolog. Tapi setidaknya kita bisa meninggalkan sesuatu yang berharga dan yang bermanfaat saat kita meninggal dunia. Setidaknya kematian kita tidak menjadi babak baru yang akan menyengsarakan keluarga, anak dan istri kita. Di sinilah kita dituntut untuk sedikit menggosok keegoisan diri.
Di sinilah kita dituntut untuk berpikir tentang orang lain, tentang orang-orang di sekitar kita. Di sinilah kita dituntut untuk tidak hanya memperhitungkan kejadian dan perbuatan, tapi juga dituntut untuk bisa mengantisipasi akibat dari keduanya. Cara berpikir seperti ini seharusnya menjadi perilaku dan kesadaran. Tapi kalau pun tidak bisa setidaknya kita hitung sebagai kewajiban kita sebagai kepala rumah tangga.
Berikut ini sekilas pertanyaan saya kepada seorang bapak yang pada saat saya tawari asuransi jiwa kemudian menjawab dengan bersemangat: “Saya tak butuh asuransi jiwa. Untuk apa dapat uang sementara saya meninggal”.
Saya lantas bilang kepadanya; “bukankah bapak punya istri, anak anda juga masih balita, bagaimana jika (maaf) tiba-tiba anda meninggal. Apakah anda tega untuk menterlantarkan keluarga?” Si bapak itu kembali menjawab dengan tegas: “Orang sudah mati tidak punya lagi kewajiban hukum, mana ada mayat dituntut untuk menghidupi keluarga?”
Jawaban seperti itu kesannya sangat egois. Jika demikian sesungguhnya si bapak itu tidak mencintai istri dan anaknya. Yang sebenarnya adalah si bapak itu hanya mencintai dirinya sendiri. Benar, hanya mencintai dirinya sendiri saja sedangkan anak dan istrinya hanya dianggap sebagai aksesoris pelengkap untuk melengkapi kecintaan si bapak itu pada dirinya sendiri, bahkan untuk melengkapi kebahagiaannya sendiri.
Dari cerita tersebut,s angat kelihatan sekali kalau si bapak itu sangat egois dan sebenarnya dia tidak benar benar cinta dan sayang kepada istri dan anaknya. Karena dia sungguh tak rela dan tak peduli istri dan anaknya bahagia atau tidak jika itu tanpa dirinya sendiri. Cinta suami seperti itu bersifat meminta. Padahal cinta adalah memberi. Sebenarnya itu adalah egoisme, dan bukan cinta.”
Ada banyak cara untuk mengekspresikan atau pun membuktikan cinta kasih dan tanggungjawab kita kepada orang-orang sekitar. Asuransi jiwa adalah salah satunya. Apalagi kita semua tak pernah tau kapan maut menjemput dan dengan sebab apa ia menghampiri kita. Tak jarang sebab dari kematian seseorang adalah sakit keras ataupun sebab lain yang membutuhkan biaya tidak sedikit.
Dalam kondisi seperti ini, uang pertanggungan asuransi jiwa tentunya sangat membantu untuk meringankan beban. Jika anda akan bepergian jauh dan tak sempat mengajak keluarga terkasih, apa yang akan anda lakukan? Meninggalkan mereka begitu saja tanpa memperdulikan apapun, atau anda akan pamitan dan meninggalkan bekal secukupnya selama anda bepergian?
Ayah/suami yang bertanggungjawab tentu akan menyiapkan bekal bagi keluarga tercinta selama kepergiannya. Ia akan memastikan bahwa selama ia tinggalkan, keluarganya tidak terlantar dan aman sedemikian rupa hingga saat dia kembali. Ini adalah bepergian untuk sementara waktu. Nah, bagaimana jika kita akan pergi selamanya?
Betapa teganya jika kita tidak meninggalkan apa-apa. Betapa salahnya jika kita tak merencanakannya dengan baik. Kematian adalah awal dari sebuah perjalanan jauh dimana kita tak akan pernah kembali. Karenanya sudah seharusnya kita siapkan bekal dengan baik, untuk kita dan orang tercinta yang kita tinggalkan.
Asuransi jiwa adalah salah satu bukti cinta dan tanggungjawab. Dan asuransi jiwa tapro Allianz hadir untuk membantu anda mempersiapkan segala sesuatunya dikala anda akan pergi suatu saat dimana anda tidak akan pernah kembali lagi walau cuma sebentar atau sekedar berpamitan.